Evaluasi
Kalau mau dicermati, beberpaa waktu ke belakang hingga
sekarang, cukup banyak kata dalam bahasa Indonesia yang mengalami pelebaran
makna. Dan rata-rata, ini berkaitan dengan kepentingan pejabat alias pemegang
kekuasaan.
Contoh, di zaman Soeharto ngetop kata 'kebijakan'. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi kbbi.web.id, 'kebijakan' memiliki
kada dasar 'bijak' yang berarti (1) selalu menggunakan akal budinya; pandai;
mahir dan (2) pandai bercakap-cakap; petah
lidah. Ketika kata itu mendapat imbuhan 'ke-an' yang kemudian mewujud menjadi
'kebijakan' maka dia berarti: (1) kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; (2)
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dl
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau
maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran;
garis haluan.
Nah, perhatikan dalam praktiknya, 'kebijakan' melebar
makna hingga jauh. Perhatikan kalimat ini: Pak, kami sudah berusaha keras dan
berhasil, tinggal kebijakan Bapak saja...."
Apakah maksud kalimat di atas? Hm, ya apalagi kalau bukan
imbalan. Kebijakan mendadak menjadi perwakilan dari ungkapan malu-malu meminta
imbalan. Tidak percaya dengan apa yang saya katakan? Kembalilah ke zaman Orde
Baru; bahkan, saya pun sering mendapati hal itu sekarang.
Ketika era terkini, muncul lagi kata yang melebar jauh
hingga jauh. Yakni kata 'evaluasi'. Menurut situs yang sama, 'evaluasi' itu
memiliki satu arti tunggal yakni penilaian. Artinya, masih berupa usaha memberi
nilai atau penilaian dan belum menjadi sebuah keputusan. Pada praktiknya, kata
'evaluasi' kan berubah menjadi sebuah keputusan. Contohnya, "Kita akan
evaluasi kinerja kepala dinas," yang diucapkan seorang kepala daerah.
Setelah itu sang kepala dinas pun dimutasi tanpa jelas dijabarkan hasil
evaluasi yang dimaksud. Malah, seorang kepala daerah biasanya mengatakan
'evaluasi' setelah seorang kepala dinas berkasus.
Artinya, kata ‘evaluasi’ mendadak menjadi perwakilan
basa-basi dari ungkapkan untuk memecat atau mengganti seseorang.
Maka, apakah yang diungkapkan Ketua DPW PAN Sumut, Syah
‘Ondim’ Affandin soal evaluasi pada 13 DPD Pan se-Sumut berarti pergantian
struktur? Jika berkaca latar belakang ‘evaluasi’ tadi, maka sudah jelas, 13 DPD
yang dimaksud adalah pihak yang berseberangan dengan kubu Ondim yang mendukung
Zulkifli Hasan sebagai Ketum PAN.
Terus terang saya tak bisa mengevaluasi kalimat Ondim
itu. Pasalnya, saya tidak punya kebijakan seperti mereka-mereka. He he he. (*)
sumut pos 3 februari 2015
0 komentar:
Posting Komentar