Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Rabu, 04 April 2012

Kamseupay


Oleh Ramadhan Batubara

Warga Kecamatan Beringin Kabupaten Deliserdang patut berbangga. Pembangunan bandara di Kualanamu adalah penyebabnya. Maka, ketika wilayah mereka menjadi lintasan pembangunan bandara internasional itu, mereka tak mempermasalahkan.
Sayangnya, rasa bangga tersebut makin lama makin surut. Ini bukan soal ganti rugi atau apapun istilahnya. Ini hanya soal kenyamanan. Ya, entah sudah berapa kali truk pengangkut material bolak-balik. Akibatnya, jalan sepanjang delapan kilometer mulai dari Sekip hingga Desa Beringin di Kecamatan Beringin hancur lebur. Istilah gaulnya, jalan itu kini tak berlubang lagi karena seluruh jalan sudah berlubang. Becek dan berlumpur tak terhindarkan; itu kalau musim hujan. Debu mengakibatkan pohon di sekitar jalan berwarna cokelat; ini kalau lagi kemarau.
Warga di sana – dengan menyisihkan rasa bangga – protes. Ayolah, bukan menentang pembangunan, tapi mereka meminta tolong agar keadaan tersebut diperhatikan. Eh, ketika mereka menyuarakan itu, mereka malah dianggap lebay. Bahkan, beberapa kalangan malah anggap warga kecamatan itu kamseupay. Tahukan arti istilah itu? Istilah kamseupay adalah singkatan dari padanan kata ‘kampungan sekali, udik, payah’. Istilah kaum alay ini kembali populer karena mantan artis, akademis, sekaligus blogger Marissa Haque membuat postingan blog dan kicauannya di Twitter.
Ya, mereka dianggap tak mendukung pembangunan. Pemerintah yang terlibat dalam pembangunan bandara di Kualanamu pun seakan tutup mata. “Kekmana tak tutup mata, mereka kan tidak melihat jalan yang rusak itu, mereka lewat depan?” kata seorang kawan.
Kawan yang lain lebih ekstrem lagi. Katanya, soal jalan rusak itu tak seksi dibahas. “Pemerintah kan lebih suka diskusi soal nama,” timpalnya.
Maka, khalayak sibuk mendebatkan Sultan Sulaiman, Tengku Rizal Nurdin, Sisingamangaraja XII, Amir Hamzah, Adam Malik, dan lainnya untuk bandara tersebut. Tidak hanya di Deliserdang, Kabupaten Langkat juga menggelar diskusi nama tersebut. Sementara, nasib warga di Kecamatan Beringin hingga Kecamatan Pantailabu sama sekali tak diketahui. Ya, tidak pernah diseminarkan. Padahal, keberadaan warga di sekitar situ cukup berperan.
Jika begitu, siapa sebenarnya yang kamseupay?
Selain itu, efek debu dan becek juga bisa memakan korban kan? Tidak itu saja, bias sosial dari bandara juga penting dibahas. Pemerintah atawa pengambil kebijakan sudah selayaknya memikirkan nasib mereka yang menjadi pelintasan proyek. Bahkan, setelah proyek selesai, mereka juga wajib diperhatikan. Maka, diskusi atau seminar atau sarasehan untuk warga Kecamatan Beringin dirasa perlu agar mereka tak terbiarkan begitu saja. Ujung-ujungnya, jika semua nyaman, kan semuanya senang. Jika semua senang, maka tak ada lagi kecemburuan dan kesenjangan. Pemerintah pun bisa nyaman menjalankan roda pemerintahan.
“Tampaknya tak perlulah diskusi, cukup benahi saja jalan itu,” balas kawan tadi.
“Iya, kamu jangan ikut-ikutan kamseupay lah?” timpal kawan satunya lagi.
Bah! (*)    

Sumut Pos, Rabu 4 April 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates