Oleh Ramadhan
Batubara
Warga Kecamatan
Beringin Kabupaten Deliserdang patut berbangga. Pembangunan bandara di
Kualanamu adalah penyebabnya. Maka, ketika wilayah mereka menjadi lintasan
pembangunan bandara internasional itu, mereka tak mempermasalahkan.
Sayangnya, rasa
bangga tersebut makin lama makin surut. Ini bukan soal ganti rugi atau apapun
istilahnya. Ini hanya soal kenyamanan. Ya, entah sudah berapa kali truk
pengangkut material bolak-balik. Akibatnya, jalan sepanjang delapan kilometer
mulai dari Sekip hingga Desa Beringin di Kecamatan Beringin hancur lebur.
Istilah gaulnya, jalan itu kini tak berlubang lagi karena seluruh jalan sudah
berlubang. Becek dan berlumpur tak terhindarkan; itu kalau musim hujan. Debu
mengakibatkan pohon di sekitar jalan berwarna cokelat; ini kalau lagi kemarau.
Warga di sana –
dengan menyisihkan rasa bangga – protes. Ayolah, bukan menentang pembangunan,
tapi mereka meminta tolong agar keadaan tersebut diperhatikan. Eh, ketika
mereka menyuarakan itu, mereka malah dianggap lebay. Bahkan, beberapa
kalangan malah anggap warga kecamatan itu kamseupay. Tahukan arti
istilah itu? Istilah kamseupay adalah singkatan dari padanan kata
‘kampungan sekali, udik, payah’. Istilah kaum alay ini kembali populer
karena mantan artis, akademis, sekaligus blogger Marissa Haque membuat
postingan blog dan kicauannya di Twitter.
Ya, mereka
dianggap tak mendukung pembangunan. Pemerintah yang terlibat dalam pembangunan
bandara di Kualanamu pun seakan tutup mata. “Kekmana tak tutup mata, mereka kan
tidak melihat jalan yang rusak itu, mereka lewat depan?” kata seorang kawan.
Kawan yang lain
lebih ekstrem lagi. Katanya, soal jalan rusak itu tak seksi dibahas.
“Pemerintah kan lebih suka diskusi soal nama,” timpalnya.
Maka, khalayak
sibuk mendebatkan Sultan Sulaiman, Tengku Rizal Nurdin, Sisingamangaraja XII,
Amir Hamzah, Adam Malik, dan lainnya untuk bandara tersebut. Tidak hanya di
Deliserdang, Kabupaten Langkat juga menggelar diskusi nama tersebut. Sementara,
nasib warga di Kecamatan Beringin hingga Kecamatan Pantailabu sama sekali tak
diketahui. Ya, tidak pernah diseminarkan. Padahal, keberadaan warga di sekitar
situ cukup berperan.
Jika begitu,
siapa sebenarnya yang kamseupay?
Selain itu, efek
debu dan becek juga bisa memakan korban kan? Tidak itu saja, bias sosial dari
bandara juga penting dibahas. Pemerintah atawa pengambil kebijakan sudah
selayaknya memikirkan nasib mereka yang menjadi pelintasan proyek. Bahkan,
setelah proyek selesai, mereka juga wajib diperhatikan. Maka, diskusi atau
seminar atau sarasehan untuk warga Kecamatan Beringin dirasa perlu agar mereka
tak terbiarkan begitu saja. Ujung-ujungnya, jika semua nyaman, kan semuanya
senang. Jika semua senang, maka tak ada lagi kecemburuan dan kesenjangan.
Pemerintah pun bisa nyaman menjalankan roda pemerintahan.
“Tampaknya tak
perlulah diskusi, cukup benahi saja jalan itu,” balas kawan tadi.
“Iya, kamu jangan
ikut-ikutan kamseupay lah?” timpal kawan satunya lagi.
Bah! (*)
Sumut Pos, Rabu 4 April 2012
Sumut Pos, Rabu 4 April 2012
0 komentar:
Posting Komentar