Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Rabu, 06 Juni 2012

Senyum Rahudman


Oleh Ramadhan Batubara

Rahudman Harahap tersenyum di Istana Negara di Jakarta. Berpakaian batik berwarna lembut, kokoh dia pegang piala Adipura yang baru diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ini prestasi dan harus dibanggakan, mungkin itu yang ada dalam otak Rahudman.
Soal isi otak memang sesuatu yang sangat pribadi. Bisa saja seseorang tersenyum, tapi isi kepalanya memaki. Tapi, kalau melihat senyum Rahudman saat difoto sambil memegang piala Adipura, tampaknya saya yakin kalau semua orang sepakat, senyum itu tulus.
Pertanyaannya, sebegitu hebatkah Adipura hingga seorang Rahudman Harahap bisa bersikap begitu? Sejarah mencatat, program Adipura telah dilaksanakan setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada 1998. Dalam lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi ‘Kota Bersih dan Teduh’. Program Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 Juni 2002, dan berlanjut hingga sekarang. Pengertian kota dalam penilaian Adipura bukanlah kota otonom, namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang memiliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas wilayah tertentu.
Nah, untuk meraih hal itu bukan gampang bukan? Medan memang pernah meraih Adipura. Tidak tanggung-tanggung, Adipura malah bak tradisi bagi Kota Medan. Di bawah kepemimpinan Wali Kota Medan Bachtiar Djafar saat itu, Medan sampai lima kali berturut memperolehnya. Tradisi meraih Adipura kemudian berlanjut sampai kepemimpinan Wali Kota Medan Abdillah. Kemudian terhenti, saat kota ini dilanda ‘prahara’ dengan berbagai problema.
Nah, kini setelah tujuh tahun, Adipura kembali ke Kota Medan. Dan tentunya, menambah jumlah pajangan piala Adipura di Jalan Adam Malik.
Senyum Rahudman pun makin mengembang karena dia memang memasang target mengembalikan Adipura ke Kota Medan. “Insya Allah bisa kita peroleh Tahun 2012. Kita sedang persiapkan tim dan sudah terus kita lakukan pertemuan dan langkah-langkah yang melibatkan lurah dan camat.  Harapan kita masyarakat mendukung,” kata Rahudman pada Maret lalu.
Secara pribadi saya sangat bangga dengan keberhasilan itu. Maka, saya pun begitu semangat menulis hingga beberapa paragraf dalam catatan ini. Tapi, di sisi lain, saya teringat keluhan Bu Selo warga Jalan Panglima Denai. Ya, dia merasa dianaktirikan oleh Pemerintah Kota Medan. Pasalnya, di beberapa jalan di Kota Medan disediakan tempat sampah, tapi di Jalan Panglima Denai yang panjang itu, tak ada satu pun tong sampah berwarna oranye milik Pemko.
Bu Togar warga Jalan Bahagia By Pass lain lagi. Dia marah pada Pemko karena ‘merusak’ beberapa taman yang ada di tengah jalan; yang sebelumnya menjadi penghias jalan seperti di perempatan Jalan Juanda-Jalan Sisingamangaraja-Jalan Halat. “Masak garar-gara macet, taman dihancuri. Kan jadi gak cantik lagi Medan,” begitu katanya.
Dua keluhan di atas tentunya berbanding terbalik dengan senyum Rahudman bukan? Ayolah, Rahudman tersenyum kan karena Medan diakui Indonesia sebagai kota metropolitan yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Nah, kenapa masih ada beberapa poin yang belum sesuai? Apalagi, ketika Medan sudah menjadi kota yang langganan banjir.
Tapi, sekali lagi, ketika melihat senyum Rahudman lagi, saya ikut tersenyum. Hati saya berkata, ini tetap sebuah prestasi dan tetap harus dibanggakan. Ya, masalah Adipura sebagai pujian atau ujian, itu kan urusan belakang. (*)

Sumut Pos, Rabu 6 Juni 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates