Oleh Ramadhan Batubara
Dalam setahun sedikitnya 4.800 warga Medan berangkat ke luar negeri untuk
berobat. Angka tersebut bisa dianggap besar. Bahkan, beberapa kalangan
menganggap angka itu luar biasa mengingat banyaknya rumah sakit di Medan.
Adakah rumah sakit di Medan begitu mengenaskan hingga warga Medan beramai-ramai
berobat ke luar negeri di sana?
Rasanya tidak sportif juga jika menjelekan rumah sakit di Medan saja. Dari
4.800 warga Medan yang berobat ke luar negeri bisa dipastikan tidak semuanya
puas. Baiklah jika pelayanan di sana hebat, namun soal kesembuhan tentunya
tidak bisa diklaim langsung seratus persen. Contohnya, ada seorang kawan yang
tak puas saat berobat di sebuah rumah sakit di Penang, Malaysia. Setelah dua
bulan berobat di sana, dia pun dibawa kembali ke Medan. Dia diterbangkan dari
Malaysia dalam posisi masih sakit. Badannya penuh selang dan dia pun sama
sekali tidak bisa berjalan.
Di Medan dia dirawat di sebuah rumah sakit milik swasta. Cukup dua minggu
dan dia pun kembali sehat. Kini, dia sudah kembali bekerja, tubuhnya pun sudah
kembali tegap.
Pertanyaannya, benarkah pengobatan di rumah sakit swasta di Medan bisa
mengalahkan rumah sakit pemerintah Malaysia di Penang? Terserahlah, yang jelas
sang kawan sembuh di rumah sakit yang ada di Medan!
Selama ini yang terekam di otak adalah pelayanan rumah sakit di Penang sana
adalah yang terbaik. Bagaimana tidak, pasien ditangani dengan profesional.
Tidak itu saja, keluarga pasien pun diservis dengan baik. Sementara, rumah
sakit di Medan melakukan sebaliknya. Untuk kawan saya tadi, hal itu malah
sebaliknya.
Menurut pengakuan keluarga sang kawan, di Penang komunikasi antara pasien
dan perawat atau dokter kurang lancar, tentunya hal ini soal bahasa. Bahasa
Melayu yang digunakan perawat dan dokter susah dimengerti, apalagi sang kawan
sedang sakit. Hingga, sugesti yang dikirimkan perawat dan dokter tidak sampai.
Inilah yang menyebabkan, ketika sang kawan dirawat di Medan, dia bisa semangat.
Sugesti yang disampaikan dokter dan perwat bisa dicernanya langsung. Dan
kelebihan satu lagi, di Medan, banyak rekan yang mengunjunginya! Hal inilah
yang menimbulkan semangat hidup sang kawan tadi.
Soal penyakit memang bak misteri. Peralatan yang serba canggih bukan
jaminan bisa menyembuhkan. Di sisi lain, dokter dan perawat yang jagoan memberikan
sugesti pun bukan jaminan. Ada bahasa lain yang membuat pasien bisa sembuh,
yakni kenyamanan; nyaman dengan peralatan dan nyaman dengan kemampuan dokter
dan perawat. Beberapa ribu orang bisa sembuh di Penang atau Malaka karena dia
merasa nyaman dan yakin bisa disembuhkan. Begitu juga ribuan orang bisa sembuh
di rumah sakit kecil milik swasta yang ada di Medan.
Itulah sebab, kita juga wajib membicarakan ribuan bahkan ratusan ribu
hingga jutaan orang yang berobat dan sembuh di rumah sakit yang ada di Medan.
Dengan kata lain, meski berbeda, rumah sakit di luar negeri dan di Medan adalah
sama saja; mengobati orang sakit. Masalah si sakit sembuh atau tidak kan urusan
lain.
Pertanyaan yang menarik adalah kenapa dalam setahun begitu banyak warga
Medan yang sakit? Untuk menjawab pertanyaan tadi tentunya dibutuhkan kajian
mendalam. Tentu hal ini berkaitan dengan berbagai unsur.
Mengaca pada 4.800 warga Medan yang berobat ke luar negeri, pastinya yang
diperiksa dan diobati bukanlah sakit yang bersifat dadakan seperti kecelakaan
dan sebagainya; kalau kecelakaan tentunya mencari rumah sakit terdekat. Jika
begitu, penyakit yang diobati dan diperiksa merupakan penyakit yang bersifat
'berat'. Nah, begitu banyakah warga Medan yang berpenyakit 'berat'? Perlu diingat,
ini belum termasuk warga yang berpenyakit 'berat' yang dirawat di rumah sakit
di Medan. Ada apa dengan Medan? (*)
Sumut Pos, Rabu 27 Juni 2012
0 komentar:
Posting Komentar