Oleh Ramadhan Batubara
Ini Medan. Ada
suara air yang mengalir. Di tengah kota. Nyaman dan tak bising. Ada pula
pemandangan pohon bambu, tidak rapat, namun cukuplah untuk segarkan mata.
Sekali lagi, Ini
Medan; tanpa ada kata 'Bung'. Sengaja saya tuliskan kalimat itu tanpa kata
'Bung' karena memang tak ada keangkuhan yang saya lihat di tempat yang saya
kunjungi Jumat siang lalu. Di tempat itu, saya tak melihat Medan seperti yang
dibayangkan; ya, Medan yang terwakili dengan kata 'Bung' tadi.
Tempat itu hanya
sekadar ruang makan. Sebagaimana ruang makan atau rumah makan lainnya, tempat
itu pasti menawarkan menu-menu biasa. Sebut saja, nasi dan lauk pauknya. Sangat
biasa. Tapi, ketika duduk di tempat itu, Anda pasti merasa beda. Seperti saya,
jadi senyum-senyum terus meski hidangan cukup lama disajikan.
Saya tidak akan
menyebut merek rumah makan itu. Maklumlah, yang namanya merek, pasti ada
'nilai' bukan? Dan, saat ini saya tidak sedang berpromosi, saya hanya sekadar
menuliskan pengalaman di tempat itu.
Baiklah, tempat
yang mencuri perhatian saya pekan ini adalah rumah makan yang ada di pinggir
Sungai Deli. Dia berada tepat di seberang Kantor DPRD Medan. Ingat: seberang.
Namanya seberang berarti terpisah sungai, walau seberang juga bisa dipisahkan
apapun juga kan? Nah, rumah makan ini benar-benar di seberang sungai.
Tapi sudahlah,
yang jelas Jumat siang lalu, saya terpesona dengan pemandangan di sana. Memilih
tempat duduk yang menghadap sungai, saya bisa melihat jelas bagaimana kantor
para wakil rakyat itu. Pun, memandang ke serong kanan, maka Kantor Wali Kota
Medan pun terpampang jelas. Sebuah sudut pandang yang menyenangkan. Belum lagi,
ketika pandangan saya arahkan ke sungai. Memang, airnya agak keruh, tapi dia
mengalir deras. Gelombang air itu bak di pegunungan saja. Dan, semak serta
beberapa pohon bambu yang ada di pinggir sungai cukup meneduhkan mata.
Sesaat saya lupa,
bukankah Medan terkenal dengan kesemerawutannya?
Saya memesan menu
nasi putih dengan ikan bawal tauco, telur dadar, sambal teri kacang, sayur
santan daun ubi, dan sambal. Tentu saya tak sendirian, mana mungkin saya bisa
menghabiskan itu semua. Jumat lalu saya memang ditemani istri. Nah, untuk
minuman, saya memilih teh manis hangat dan istri saya memilih es timun serut.
Fiuh, saya dan
istri terkejut dengan rasa yang ditawarkan rumah makan itu. Pertama, tauco.
Ikan bawal ukuran sedang itu dibalut dengan bumbu sederhana. Rasanya tipis dan
menyenangkan. Tak pelak, kami pun lahap. Sudah lama makan dengan bumbu yang
berlebihan, jenuh juga kan? Begitu dapat menu seperti itu, kami jadi semangat. Rasa
tak berbeda ada di telur, sambal teri, dan sayur daun ubi. Rasa masakan rumah
tampaknya menjadi pilihan warung ini. Jadi, ketika makan, tak ada kesan sedang
makan di rumah makan yang biasanya kaya dengan rempah-rempah.
Kedua, soal rasa
minuman. Sebelumnya beberapa kawan merekomendasikan air kelapa di warung itu.
Tapi, entah kenapa saat itu saya memang tak minat. Beruntung, teh yang saya
pilih ternyata cukup menyenangkan. Ada nuansa berbeda di air berwarna cokelat
kemerahan itu. Tidak sekadar rasa teh. Ada rasa lenkongnya. Sumpah, bagi saya
agak aneh karena biasanya teh bernuansa wangi melati atau vanila. Tapi, saya
menyukainya. Pun dengan timun serut pilihan istri saya. "Segarnya enak,
kayaknya dia nambah jeruk," kata istri saya berlagak sok ahli kuliner.
Akhirnya, kami
berdua bertahan di tempat itu hampir satu jam setengah. Selain menimati
makanan, kami pun sibuk memandang Medan yang 'lain'. Sumpah, suara air yang
mengalir dan pemandangan pohon di sekitar sungai yang berlatar gedung tinggi
cukup menawan. Apalagi, tempat ini letaknya agak menjorok ke dalam, jadi
kebisingan lalu lintas cenderung tak begitu dominan.
Sayang, di saat
pembayaran, angka tak sesuai yang dibayangkan. Sembilan puluh empat ribu untuk
semuanya. Fiuh.
Tapi, kata istri
saya, nikmati saja. Kan sudah dimakan dan bukankah rasanya enak. Lalu, bukankah
tempatnya menyenangkan?
Iya juga ya. Hm,
Ini Medan memang harus pakai kata 'Bung'. Kalimat itu sudah pas, jadi jangan
dicerai-berai nanti jadi tak afdol.
Baiklah, untuk
kenangan di seberang DPRD Medan: Medan tetap Ini Medan Bung! (*)
0 komentar:
Posting Komentar