Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Kamis, 26 Februari 2015

1 Februari 2015



Mental dan Mental



Homograf. Artinya, suatu kata yang mempunyai tulisan yang sama, tetapi bunyi dan maknanya berbeda. Seperti buah apel dan apel barisan. Dan ini soal mental dan mental dengan pasangan katanya revolusi. Yang satu berarti terpental atau terlempar kembali atau berbalik arah sedangkan yang satunya lagi bersangkutan dengan batin dan watak manusia.
Tentu ini soal revolusi mental ala Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pasangan ini memang menggembor-gemborkan dua kata itu saat memimpin negara ini bukan. Pertanyaannya, yang dimaksud oleh keduanya itu mental yang mana? Yang terpental atau yang berhubungan dengan bathin dan watak?
Baiklah sebelum itu ada baiknya kita ulang ingatan soal tiga poin revolusi mental yang dimaksud Jokowi. Pertama, birokrat yang melayani rakyat. Kedua, struktur organisasi yang ramping dan tidak boleh ada organisasi-organisasi dalam pemerintahan yang menduplikasi fungsi. Dan ketiga, budaya kerja yang lebih disiplin, bertanggung jawab, serta mengedepankan kebersamaan dan gotong royong.
Nah, jika begitu sudah jelas kalau mental yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan bathin dan watak. Tapi, kenapa mental dari revolusi mental bak terpental?
Setidaknya, selama 100 hari pertama pemerintahan Jokowi, berbagai kebijakan seakan mementalkan revolusi mental itu sendiri. Contoh paling sederhana adalah soal organisasi yang ramping. Adakah kementerian yang dibangun di era ini lebih sedikit dibanding masa Presiden SBY? Lalu, bagaimana dengan Polri dan KPK, bukankah keduanya menduplikasi fungsi? Memang, KPK tidak mengurusi lalu lintas, tapi soal korupsi, kedua instansi ini kan layaknya berlomba. Syukur kalau berlomba menangkap bandit hingga kerugian negara bisa diselamatkan lebih banyak lagi. Kenyataan terkini, keduanya malah saling serang. Kasusnya polisi yang dijadikan tersangka oleh KPK akan praperadilan hari ini. Di sisi lain, petinggi KPK pun telah dijadikan tersangka oleh polisi.
Jika begitu keadaannya, bukankah revolusi yang didengungkan bisa dianggap sebagai revolusi yang terpental? Pertanyaannya, jika niat dan usaha sudah kuat, kan harusnya mental yang dimaksud tidak berubah makna. "Jangan perintah bangsa ini dengan rasa kasih, dengan opini-opini. Pastikan Undang-Undang Dasar 45 dan undang-undang menjadi pondasi," begitu kata pakar hukum tata negara Margaritto Kamis dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Hm masalahnya, salah satu arti kata mental kan berhubungan dengan bathin dan watak. Jadi, di mana salahnya kalau Jokowi memerintah dengan rasa kasih dan opini bukan? Hehehehehe.(*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates