Kusut
Apa yang indah dari sebuah kekusutan? Rambut kusut, orang
disebut baru bangun tidur atau sedang suntuk. alu apa yang indah? Tidak ada
kan?
Tapi, kenapa orang kok suka yang kusut-kusut. Sesuatu
yang teratur atau rapi malah cenderung dibuat kusut, yang tak begitu kusut
makin dikusutkan. Bahkan, dalam dunia sastra, adapula celetukan, semakin gelap
karya itu maka semakin bagus. Dengan kata lain, semakin tak jelas, karya itu
semakin hebat. Absurd. Celetukan itu kadang sering digunakan bagi mereka yang
sama sekali tak mengerti karya yang mereka hasilkan sendiri. heheehe.
Kembali ke kusut tadi, sesuatu yang kusut kan berarti tak
jelas. Semrawut. Kacau. Gelap. Absurd. Dan, biasanya kusut itu tercipta bukan
karena diset. Contohnya orang yang bangun tidur tadi. Kenapa rambutnya kusut?
Karena dia belum sempat bersisir. Lalu orang yang suntuk, kenapa rambutnya
kusut, karena dia suntuk hingga tak lagi memperhatikan penampilan; orang yang
suntuk juga punya kecenderungan mengacak-acak rambutnya sendiri.
Tak jauh beda dengan benang kusut. Dia tercipta kan bukan
karena si empunya benang sengaja mengusutkannya. Logikanya, benang itu tak
sengaja kusut. Dengan kata lain, ketika selesai dipakai benang itu tidak
digulung lagi dengan rapi.
Bagi pemakai awal tentunya tidak masalah, tapi bagi
pemakai berikutnya, benang itu bias membuat orang suntuk. Bagaimana tidak,
ujung benang itu tak jelas. Krodit. Padahal, biasanya ebnang itu kan untuk
menjahit. Nah, jangankan benang kusut, benang normal saja sulit dimasukan ke
jarum. Maka, kekusutan benang jelas-jelas buat suntuk. Akibatnya, rambut pun
bisa kusut. Tidak sekadar itu, tidur pun tak nyenyak hingga begitu bangun
keesokan harinya rambut sang pemakai bisa ikut kusut. Hehehe.
Mendadak teringat kusut ini gara-gara Irvan Hamdani,
Penelitian Anggaran Fitra Sumut. Dia menyebut PDAM Tirtanadi bak benang kusut.
Ya, apalagi kalau bukan urusan dugaan korupsi. Itulah sebab dia minta pihak
berwenang baik Kejatisu maupun Poldasu segera membongkar kasus di Tirtanadi
itu.
Sayangnya Irvan Hamdani menggunakan analogi ‘benang
kusut’. Ya, seperti yang kita bahas di atas tadi. Mengurai benang kusut itu
bias membuat rambut kita kusut kan? Tidak gampang. Kalau mau gampang dan
praktis, lebih baik beli benang baru.
Ayolah, siapa yang memakai Tirtanadi pertama dan
membiarkannya kusut. Lalu, apakah yang kedua sudah mengurai benang itu hingga
bisa dipakai? Atau dia membeli yang baru. Atau, dia buat tambah kusut. Sulit
kan? Tapi sudahlah, usaha atau dorongan agar benang kusut di Tirtanadi itu
sudah luar biasa. Ya, daripada tak ada yang bicara meski pelayanan di
perusahaan air itu malah mencekik konsumen. Begitu kan?
Akhirnya, maaf kalau Anda suntuk membaca catatan ini,
maklumlah ketika menulisnya pun rambut saya sedang kusut. Sangat kusut malah. (*)
0 komentar:
Posting Komentar