Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Kamis, 26 Februari 2015

22 Februari 2015



Kusut


Apa yang indah dari sebuah kekusutan? Rambut kusut, orang disebut baru bangun tidur atau sedang suntuk. alu apa yang indah? Tidak ada kan?
Tapi, kenapa orang kok suka yang kusut-kusut. Sesuatu yang teratur atau rapi malah cenderung dibuat kusut, yang tak begitu kusut makin dikusutkan. Bahkan, dalam dunia sastra, adapula celetukan, semakin gelap karya itu maka semakin bagus. Dengan kata lain, semakin tak jelas, karya itu semakin hebat. Absurd. Celetukan itu kadang sering digunakan bagi mereka yang sama sekali tak mengerti karya yang mereka hasilkan sendiri. heheehe.
Kembali ke kusut tadi, sesuatu yang kusut kan berarti tak jelas. Semrawut. Kacau. Gelap. Absurd. Dan, biasanya kusut itu tercipta bukan karena diset. Contohnya orang yang bangun tidur tadi. Kenapa rambutnya kusut? Karena dia belum sempat bersisir. Lalu orang yang suntuk, kenapa rambutnya kusut, karena dia suntuk hingga tak lagi memperhatikan penampilan; orang yang suntuk juga punya kecenderungan mengacak-acak rambutnya sendiri.
Tak jauh beda dengan benang kusut. Dia tercipta kan bukan karena si empunya benang sengaja mengusutkannya. Logikanya, benang itu tak sengaja kusut. Dengan kata lain, ketika selesai dipakai benang itu tidak digulung lagi dengan rapi.
Bagi pemakai awal tentunya tidak masalah, tapi bagi pemakai berikutnya, benang itu bias membuat orang suntuk. Bagaimana tidak, ujung benang itu tak jelas. Krodit. Padahal, biasanya ebnang itu kan untuk menjahit. Nah, jangankan benang kusut, benang normal saja sulit dimasukan ke jarum. Maka, kekusutan benang jelas-jelas buat suntuk. Akibatnya, rambut pun bisa kusut. Tidak sekadar itu, tidur pun tak nyenyak hingga begitu bangun keesokan harinya rambut sang pemakai bisa ikut kusut. Hehehe.
Mendadak teringat kusut ini gara-gara Irvan Hamdani, Penelitian Anggaran Fitra Sumut. Dia menyebut PDAM Tirtanadi bak benang kusut. Ya, apalagi kalau bukan urusan dugaan korupsi. Itulah sebab dia minta pihak berwenang baik Kejatisu maupun Poldasu segera membongkar kasus di Tirtanadi itu.
Sayangnya Irvan Hamdani menggunakan analogi ‘benang kusut’. Ya, seperti yang kita bahas di atas tadi. Mengurai benang kusut itu bias membuat rambut kita kusut kan? Tidak gampang. Kalau mau gampang dan praktis, lebih baik beli benang baru.
Ayolah, siapa yang memakai Tirtanadi pertama dan membiarkannya kusut. Lalu, apakah yang kedua sudah mengurai benang itu hingga bisa dipakai? Atau dia membeli yang baru. Atau, dia buat tambah kusut. Sulit kan? Tapi sudahlah, usaha atau dorongan agar benang kusut di Tirtanadi itu sudah luar biasa. Ya, daripada tak ada yang bicara meski pelayanan di perusahaan air itu malah mencekik konsumen. Begitu kan?
Akhirnya, maaf kalau Anda suntuk membaca catatan ini, maklumlah ketika menulisnya pun rambut saya sedang kusut. Sangat kusut malah. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates