Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Kamis, 26 Februari 2015

19 Januari 2015



Souffler


Souffler. Bagi pegiat teater tampaknya istilah ini tidak asing. Ya, meski sang souffler tidak menonjol, dia bisa dikatakan sebagai sesuatu yang penting dalam sebuah pementasan. Pasalnya, dialah yang mampu menolong pelakon yang tak cakap.
Sederhananya souffler diartikan sebagai pembisik. Posisinya, biasanya, berada di dekat layar; tersembunyi dari hingar bingarnya pementasan. Sengaja disembunyikan agar kecakapan seorang pelakon bisa tertutupi.
Souffler bertugas mengawal pelakon saat aktiong. Ketika sang pelakon lupa dialog, saat itulah dia berperan. DIalah ang mengembalikan aktor kembali ke naskah.
Menjadi souffler bisa dikatakan gampang-gampang mudah. Meski memegang naskah, tentunya dia tidak bisa sembarang bertingkah. Dia tidak boleh bersuara berlebihan. Dia tidak boleh terlihat. Dan, ketika pementasan sukses, dia pun tidak begitu ditonjolkan. Pasalnya, ketika pementasan dianggap sebagai keberhasilan souffler, secara langsung para pelakon dianggap gagal bukan? Ayolah, masak’ pelakon harus menggunakan pembisik naskah. Ayolah, masak pelakon tak hafal.
Gara-gara Presiden Jokowi melantik anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres) mendadak saya teringat souffler ini. Saya memang kurang setuju dengan pembisik (dalam teater ya). Dalam beberapa pentas yang berhasil saya gelar selalu tak ada souffler. Saya hapus itu. Mengakalinya, ketika beda naskah hingga reading, pelakon saya paksa untuk mengafal naskah. Bagi saya, ketidakmampuan pelakon menghafal naskah adalah sebuah bentuk ketidakmampuannya menjadi aktor. Sederhananya, ketika seorang pelakon serius dan fokus mempelajari naskah, secara langsung naskah akan masuk ke dalam otaknya. Maka, secara langsung juga (karena dilatih berulang-ulang) naskah akan terhafal.
Memang, adakalanya demam panggung sungguh menganggu. Kesiapan sang pelakon buyar seketika di atas panggung. Seharusnya, saat itulah souffler berperan. Tapi, saya ambil risiko. Saya usahakan tak ada souffler. Beruntung, pentas belum pernah gagal total. Hehehehe.
Untuk Jokowi, sebenarnya saya berharap demikian juga. Masalahnya, sebelum dia jadi presiden pun sudah dicap ada pembisik. Jokowi kadung dianggap tidak melangkah dengan kakinya sendiri. Jadi, ketika Jokowi melantik Sembilan orang yang bertugas sebagai pembisiknya, saya maklum-maklum saja. Ya, sekalian saja dilantik sembilan orang yang dilegalkan sebagai pembisik daripada tak ada pembisik malah disebut punya pembisik. Kalaupun ternyata sembilan itu bukan pembisik yang dimaksud, toh sudah ada hitam di atas putih. Pun, ketika di kemudian hari kebijakan Jokowi makin runyam, dia kan bisa berlindung dari para pembisik itu. Presiden kan bukan pelakon. Itu saja. (*)




0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates