Panpel
Beberapa waktu lalu, ketika istilah event organizer (EO)
merebak, seksi sibuk suatu acara biasanya disebut sebagai panitia pelaksana
alias panpel. Mereka inilah yang bertanggung jawab untuk segala hal. Mulai dari
acara hinga segala tetek bengek lainnya.
Dan bukan rahasia, malah seharusnya, panpel sekadar
menjalani acara yang dipesan. Artinya, dia tidak diberi kebebasan luar biasa
dalam konsep. Segala sesuatu tentunya merupakan pesanan dan ketika mereka punya
ide yang lebih baik tentunya mereka harus izin pada yang punya gawean. Maka,
ketika tiba-tiba panpel alias EO disalahkan, tentunya menjadi sesuatu yang lucu
bukan?
Hal ini mengarah pada kalimat yang dikeluarkan Menteri
Perindustrian Indonesia Saleh Husin terkait MoU antara PT Adiperkasa Citra
Lestari dengan perusahaan otomotif Proton Malaysia. Pada acara itu, tertulis 'MoU Signing Ceremony for the
Development & Manufactur of Indonesia National Car' yang dibentangkan di
balik panggung penandatanganan yang dihadir Presiden Jokowi dan Perdana Menteri
Malaysia Nadjib Razak.
Kalimat 'Indonesia National Car' inilah yang kemudian
menjadi masalah. Ya, kalimat yang kalau diterjemahkan menjadi mobil nasional
itu mengundang polemuik luar biasa. Bayangkan saja, Indonesia menggandeng
Proton untuk mobil Indonesia. Fiuh, luka terhadap Malaysia kan masih membekas
dan banyak. Bukan sekadar soal iklan 'Fire Your Indonesian Maid' saja, Malaysia
kan memang sudah berulang kali membuat Indonesia luka. Nah, di saat seperti
itu, kok bisa menjadikan Proton sebagai mobil nasional.
Mungkin karena tak mau berkembang lebih jauh, Menteri
Saleh Husin pun langsung menyebutkan itu karena ulah EO saja. Seharusnya, MoU
itu murni bisnis antara PT Adiperkasa Citra Lestari milik Hendropriyono dengan Proton.
"Backdrop kan selalu EO (event organizer) yang buat," begitu kata
sang menteri.
Maka, mari kita kembali: panpel sekadar menjalani acara
yang dipesan. Artinya, mungkinkah sang panpel berani mencantumkan 'Indonesia
National Car' di backdrop kalau tak ada yang pesan? Tapi, siapa yang pesan?
Anggaplah Indonesia atau sebut saja PT Adiperkasa Citra
Lestari, tak punya peran dalam urusan tulisan tersebut, tapi kenapa dibiarkan?
Baiklah jika pihak Indonesia kecele soal itu, karena itu pandai-pandaian Proton
dan Malaysia saja untuk menaikan branding,
tapi kenapa dibiarkan?
Lalu, ketika merebak soal mobil nasional, kenapa tidak
dibiarkan dan buru-buru menyalahkan EO? Jangan-jangan,
seperti kata orang bijak: orang yang kentut adalah orang yang paling rebut
mencari siapa yang kentut. Hm, semoga tidaklah…. (*)
0 komentar:
Posting Komentar