Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Kamis, 26 Februari 2015

27 Januari 2015



Pemimpin

 
Ketika kalimat seorang pemimpin tak lagi ada yang didengar, apakah masih perlu anggota? Pertanyaan sederhana ini mungkin tak akan sulit dijawab oleh seorang pemimpin yang  betul-betul didukung oleh anggota.
Ya, menjadi pemimpin memnag tak semudah membuat sarapan; ceplok telur selesai. Butuh sebuah kesiapan mental, manajemen massa, hingga manajemen konflik. Untuk yang terakhir mungkin sedikit ekstrem, tapi memang begitulah keadaannya. Seorang pemimpin memang idealnya tidak sekadar membuat kerjanya nyaman dan teratur. Butuh riak. Dari riak itulah kemudian muncul ide hingga hasil yang dinginkan.
Dalam menjalankan manajemen konflik, seorang pemimpin memang harus tampak kuat. Artinya, dia bisa mengontrol itu dengan baik. Jadi, ketika konflik sudah lari dari pos yang diskenariokan, sang pemimpin mampu mengembalikan keadaan. Sebuah manajemen konflik bukanlah membiarkan larut dalam konflik.
Soal manajemen ini jadi perbincangan karena, lagi-lagi, Presiden Joko Widodo atawa Jokowi.  Konflik KPK versus Polri dianggap sudah semakin lama. Bisa berbuntu lebih lama lagi. Khalayak butuh sikap tegas sang presiden dalam menyelesaikan kisruh itu. Tapi, Jokowi malah seperti cari aman. Meski dia bentuk tim independen – yang mendadak berjumlah sembilan meski sebelumnya tujuh orang – khalayak tampak kurang semangat. Bukan tak percaya pada tokoh-tokoh yang dipilih, tapi sejarah mencatat telah ada tim serupa pada era presiden sebelumnya. Hasilnya? Rekomendasi tak begitu diurus.
Intinya, untuk urusan KPK versus Polri, yang harus menyelesaikan adalah presiden dan kedua instansi yang terlibat. Logika sederhananya, presiden kan pimpinan kedua instansi itu. Jadi, kalau presiden perintahkan untuk selesai, ya, konflik harus selesai bukan?
Masalahnya, bagaimana Jokowi mau tegas, toh Kontras menyebutnya hanya sebagai Tukang Stempel’ kok. Dia hanya sebagai stempel bagi kepentingan-kepentingan yang berada di belakangnya. Lucunya, ketika Jokowi dianggap sebagai tukang stempel, yang berada di belakanganya malah balik menyerang. Jokowi pun berubah sekan menjadi anggota nakal yang perlu diajar dengan manajemen konflik tadi. Beberapa politisi PDIP, pengusung Jokowi, balik menyerang. Effendi Simbolon yang mantan Cagubsu bahkan sampai mengatakan gaya kepemimpinan Jokowi mirip LSM.
Tapi begitulah, soal pemimpin memang ruwet dan rumit. Yang harus digaris bawahi hanyalah, kalau memang pemimpin sudah tak didengar, mengapa harus ada anggota bukan? Itu saja. (*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates