Tukang
Namanya tukang, meskipun sangat ahli, tetaplah disebut
tukang. Itulah sebab ketika tukang rumput di komplek perumahan saya tak pernah
mengeluh atau protes saat dipanggil tukang. Padahal keahliannya cukup luar
bisa, tidak sekadar halaman jadi rapi, bebatuan di sekitar rumput pun tak ada
yang terbang terkena 'senjatanya'.
Banyak yang bilang tukang tetaplah tukang karena dia
tidak memiliki sertifikasi. Tidak punya kode etik tertulis. Profesinya itu pun
tak terlindungi khusus oleh undang-undang. Yang paling ekstrem, keberhasilan
seorang tukang lebih pada ketekunan dan bakat. Belajarnya pun bisa di sembarang
tempat dan bukan di lokasi yang terdaftar dan berizin dari kementerian
tertentu.
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang tukang pun tak
mengenal tata cara baku. Dia bisa sesukanya selama pekerjaannya beres. Dengan
kata lain, seorang tukang hidup berjasa bukan karena 'ijazah'.
Soal tukang ini mendadak menelusup ke otak saya gara-gara
Koordinator Kontras Haris Azhar. Bagaimana tidak, dia mengatakan kalau Presiden
Jokowi hanyalah tukang stempel. Artinya, secara tak langsung, menurut saya,
sepertinya Haris ingin mengatakan Jokowi sebagai presiden adalah orang yang
tidak bersertifikasi dan hanya mengandalkan ketekunan serta bakat semata. Pun,
Jokowi kurang terpelajar (tentunya dalam politik) karena tak tertempa dengan
baik di dunia politik; karirnya seperti karbitan. Ya, Jokowi kan tidak begitu
identik dengan partai tertentu meski dia merupakan jagoan dari partai itu.
Jokowi yang dikenal hanya sebatas wali kota yang naik menjadi gubernur kemudian
presiden.
Saya juga menerjemahkan sebutan 'tukang' itu bak kerja
yang tak menganal tata cara baku. Setidaknya, apa yang dilakukan Jokowi
belakangan ini, khususnya soal Kapolri dan KPK, menunjukkan itu. Pertikaian
makin tajam. Sementara Jokowi cenderung main aman.
Menyambung julukan Haris untuk Jokowi, sebagai tukang
tetaplah harus dihargai bukan? Seperti satu tukang rumput di komplek perumahan
saya. Dia unik. Ketika tukang rumput lain bekerja dari luar pagar bagru ke
dalam pagar, dia malah sebaliknya. Saya pernah protes. Tapi dengan santai dia
mengatakan, yang penting selesai dan bersih. Ketika saya tanyakan alasannya,
dia dengan santai lagi dia berkata: mau dari depan atau dari belakang kan sama
saja.
Tak berdebat, saya biarkan saja dia bekerja seperti
maunya. Ternyata hasilnya tetap sama; bersih. Begitulah, namanya tukang ya
tetap tukang kan? (*)
0 komentar:
Posting Komentar