Lantun ini yang berisikan tentang pandangan hidup seseorang

Kamis, 26 Februari 2015

7 Januari 2015



Pesawat Murah Pesawat Mahal


Suatu hari beberapa tahun yang lalu, ketika angkutan darat masih menjadi raja untuk rute Jawa Sumatera, saya mendapat pertanyaan bagus dari seorang penjual barang; biasanya lebih dari satu orang, membawa tas besar, berpakaian rapi – kadang berdasi – dan memunculkan bersih serta terpelajar.
Penjual barang ini biasanya masuk ke bus ketika angkutan antarkota antarprovinsi itu masuk ke terminal, misalnya di Rajabasa Lampung, Amplas Medan, dan sebagainya. Saat bus berhenti itulah mereka beraksi: menjual senyum sembari bertanya. Nah, pertanyaan itulah yang ingin saya bahas. Bukan soal yang sulit. Pertanyaan sederhana. Siapa pun bisa menjawab. Pertanyaan: kalau membeli barang, yang pertama dilihat harga atau kualitasnya?
Pada pertemuan pertama saya menjawab kualitas. Penjual itu langsung sumringah. “Bapak pintar! Membeli barang memang harus melihat kualitasnya. Harga urusan belakang. Karena dengan kualitas bagus, harga bukan masalah. Seperti jam ini (dia menunjukkan jam yang diambil dari dalam tasnya). Dan karena bapak benar menjawab pertanyaan kami tadi, bapak mendapat gratis jam ini. Bapak hanya membayar pajaknya seratus lima puluh ribu rupiah,” begitu katanya.
Pada pertemuan kedua, tentunya di terminal lain dengan penjual yang lain, saya menjawab harga. Sang penjual pun langsung sumringah. “Bapak hebat! Membeli barang memang harus melihat harganya. Harga mahal adalah jaminan kualitas bagus. Seperti jam ini (dia menunjukkan jam yang diambil dari dalam tasnya). Dan karena bapak benar menjawab pertanyaan kami tadi, bapak mendapat gratis jam ini. Bapak hanya membayar pajaknya seratus lima puluh ribu rupiah,” begitu katanya.
Sengaja saya tampilkan fragmen di atas karena ada kebijakan pemerintah yang baru soal harga. Ya, harga tiket alias tarif pesawat yang tak boleh lagi sembarang murah. Kebijakan ini langsung diteken oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Isinya, tarif batas bawah minimal 40 persen dari tarif batas atas. Dengan begitu, tak ada lagi maskapai yang bisa menjual tiket murah sebagai bagian dari program pemasarannya.
Maka, berhentilah berharap mendapat tiket puluhan ribu rupiah untuk keJakarta, misalnya. Banyak kalangan menilai, ini disebabkan kisruhnya izin terbang terhadap beberapa maskapai. Paling mencuat tentunya AirAsia yang salahsatu pesawatnya terjun ke laut. Nah, AirAsia ini cukup terkenal dengan tiket promo yang supermurah bukan?
Tapi pertanyaannya, apakah dengan meniadakan tiket murah maka kualitas penerbangan bisa dijaga? Toh, sejarah mencatat, maskapai dengan tiket yang harganya selangit juga pernah kecelakaan.  Orang bijak mengatakan musibah itu bukan urusan manusia. Tuhanlah yang bicara. Nah, jika begitu, apakah kebijakan Menteri Jonan sudah cukup pas. Tidak ingin membangun polemik, saya kembalikan saja soal pesawat murah dan pesawat mahal itu dengan kasus penjual barang di bus antarkota antarprovinsi tadi. Denagn kata lain, mau harga mahal atau murah, kalau sudah nahas ya nahas juga, kalau aman ya aman saja kan?
Yang jelas, ketiadaan tiket murah membuat orang yang berpendapatan pas-pasan akan sulit naik pesawat. Yang jelas, ketika harga tiket pesawat begitu tinggi, bisnis bus akan kembali marak. Dan, para penjual barang dengan trik muslihat aduhai tadi pun bias beraksi lagi kepada saya, Anda, kalian, dan kita semua. Bukankah begitu? (*)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates