Rumput Tetangga
Bukan maksud untuk mengampanyekan rokok, tapi beberapa
waktu lalu ada iklan yang cukup menggoda. Ceritanya, seekor kambing yang sedang
makan rumput mendadak berpaling ke tetangganya dan melihat rumput yang lebih
hijau.
Dia punlangsung berpindah dengan semangat. Sial. Rumput
tetangga ternyata rumput sintetis. He he he.
Lompat pagar gara-gara rumput tetangga lebih hijau
tampaknya bisa terjadi pada Tengku Erry Nuradi. Bagaimana tidak, sebagai
sebagai dewan pertimbangan Golkar Sumut, dia malah menyeberang menjadi Ketua
Dewan Pimpinan Wilayah Sumut Partai Nasional Demokrat (NasDem).
Berbagai komentar pun mengemuka. Ada yang bilang pengkhianat.
Kutu loncat. Manuver politik yang hebat. Bahkan sampai ada yang bilang sebagai
persiapan untuk pemilihan kepala daerah 2018 mendatang. Yang jelas, apapun itu,
Erry tampaknya melihat rumput tetangga memang lebih hijau.
Di Golkar, Erry memang cenderung mulai hilang peran. Dia
tidak begitu bertahi. Maka, ketika ada tawaran untuk menjadi 'Bos' kenapa tidak
disambar?
Dalam politik, hal itu sah-sah saja. Tapi dalam dunia
etis, tentunya bisa menjadi masalah. Bisa-bisa menjadi bumerang. Erry dicap
sebagai pengkhianat dan sangat mungkin suara untuk dia bisa tergerus jika dia
tidak pintar. Shohibul Ansor sang pengamat politik pun sampai mengatakan,
"Jangan seperti lebai malang (cerita rakyat, Red) memburu yang lebih besar
ke hulu, begitu juga ke hilir. Akhirnya semua tidak dapat.”
Tapi, Erry bukanlah ‘kutu loncat’ pertama dari Gokar.
Toh, Ali Umri yang digantikannya memimpin NasDem Sumut juga seperti itu. Ali
Umri itu kan juga mantan Ketua DPD Golkar Sumut. Meski gagal menjadi gubernur
pada 2008 – kalah dengan orang Golkar juga, Syamsul Arifin, yang didukung
partai lain – pada 2014 lalu dia tetap melenggang ke Senayan dengan perahu
NasDem.
Bedanya, Erry tidak didukung Golkar saat Pilgubsu 2013
lalu. Suara partai tertuju pada Chairuman Harahap. Erry malah menang meski
‘hanya’ menjadi Sumut 2 alias wakil gubernur. Sedangkan Ali Umri, dia mendapat
dukungan Golkar, tapi dikalahkan Syamsul yang tak didukung Golkar. Belakangan,
Syamsul – setelah jadi gubernur – malah menjadi Ketua DPD Golkar Sumut dan Ali
Umri yang ‘tercampak’. Maka, ketika Ali
Umri menyeberang, beberapa kalangan menganggap hal itu wajar. Nah, kalau Erry,
meski sudah menang, dia tidak juga menjadi Ketua DPD Golkar Sumut. Dia ‘hanya’
menjadi dewan pertimbangan DPD Golkar Sumut. Pertanyaannya, apakah dia juga
bisa dianggap wajar hengkang dari Golkar?
Entahlah, seperti iklan tadi, rumput tetangga – dengan
segala pemandangannya – memang sering tampak lebih hijau. Ya, meski ternyata
rumput sintetis kan? (*)
0 komentar:
Posting Komentar