Tolak Sampah
Kemarin pagi tukang sampah di komplek perumahan saya
melakukan perlawanan. Dia tidak mau mengangkat sampah yang sudah menumpuk di
depan rumah saya.
Saya sempat emosi. Bagaimana tidak, menunggu dia pun
sudah stress. Kebiasannya mengangkat sampah sekira pukul enam sampai tujuh
pagi. Nah, pukul segitu kan waktu yang nikmat bagi saya untuk tidur. Maklum,
kebiasaan saya memang tidur setelah azan subuh.
Jadi ketika dia hadir, istri langsung membangunkan saya.
Dengan mata masih berpasir, saya pun keluar rumah. Sang tukang sampah sedang
mengangkat sampah tetangga.
“Yang ini juga ya,” tegur saya.
Dia tak menjawab dan hanya memandang saya. Dia pun
berbalik untuk ke becaknya.
“Sekalian ini,” kata saya lagi.
“Tidak,” balasnya.
Saya kejar. Dia memberi alasan tak mau mengangkat sampah
karena saya bukan langganannya. Yang menjadi langganannya adalah ibu di
belakang rumah saya, pemilik rumah yang saya tempati sekarang. Rumah saya dan
rumah itu menyambung di bagian belakangnya jadi seakan satu rumah. Nah, karena
saya baru menempati rumah itu sekira sepekan, dia sepertinya bingung.
“Ibu yang bayar,” katanya.
“Ya sudah saya bayar juga,” saya ngotot.
“Tidak, yang langganan sebelah sana,” balasnya menunjuk
belakang rumah saya. Sepertinya dia meminta saya meletakkan sampah di tong
sampah milik ibu itu agar dia bisa mengangkatnya.
“Ibu itu sendiri, saya bayar sendiri,” kata saya lagi.
Dia malah langsung pergi.
Sumpah saya tak tahu kenapa dia bisa seperti itu. Apakah
yang dilakukan ibu itu hingga tukang sampah itu menjadi begitu penurut.
Padahal, saya sudah menawarkannya rupiah dan jadi pelanggan baru.
Menyadari itu, saya mengelus dada. Mau marah pada siapa?
Saya pun langsung memasukkan sampah ke dalam kantung besar dan berniat
membuangnya sendiri ke penampungan.
Kesal? Tentu. Makin kesal karena masih ada orang yang
begitu setia. Padahal Presiden Jokowi saja sudah dianggap tak setia pada Bu
Mega. Buktinya, meski tidak begitu tampak, dia cenderung mendekat ke Komisi
Pemberantasan korupsi (KPK) dan menunda Komjen Budi Gunawan yang kabarnya
titipan Bu Mega. Buktinya lagi, kalau Jokowi tak melawan, kenapa partai Bu
Mega, PDIP, begitu ngotot agar Jokowi segera melantik? Harusnya, partai itu kan
sadar diri, toh Jokowi adalah jagoan mereka. Eh, kok malah bergabung dengan
kubu lawan untuk memojokkan Jokowi.
Tapi sudahlah, soal politik memang bukan segampang
membuat sarapan: ceplok telur, selesai. Lebih baik memikirkan tukang sampah
tadi. Kok bisa ya sampah saya ditolak? Sebegitu setiakah dia dengan ibu
belakang rumah? Ah… (*)
0 komentar:
Posting Komentar